BAB II
PEMBAHASAN
Upaya Hukum Biasa
Upaya Hukum Biasa
yaitu upaya atau alat untuk memperbaiki suatu kekeliruan atau kekhilafan dalam
suatu putusan pengadilan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh
Undang-undang ( Sudikno Mertokusumo, 1998 : 195 ).
Putusan yang
diajukan suatu upaya hukum biasa hanya bersifat menghentikan untuk sementara
pelaksanaan (eksekusi) suatu putusan, kecuali putusan itu ada dictum dapat
dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum banding, kasasi, dan
perlawanan (pasal 180 HIR).
Macam-macam Hukum Biasa
adalah perlawanan (verzet), Banding, dan Kasasi.
- Perlawanan (Verzet)
Perlawanan atau
Verzet adalah perlawanan dari tergugat terhadap putusan peradilan agama tingkat
pertama. Verstek diajukan ke Pengadilan Agama yang mengeluarkan putusan dalam
waktu tertentu.
Dalam upaya hukum verzet,
hakim dapat memeriksa kembali gugatan yang diputuskan secara verstek,
karena ketika putusan verstek belum mencakup materi/subtansi perkara.[1]
- Syarat-syarat menggunakan upaya hukum Verzet
- Yang dapat menggunakan hak upaya hukum verzet adalah tergugat yang perkaranya diputus verstek.
- Yang di lawan adalah terhadap putusan verstek
- Prosedur mengajukan perlawanan (verzet)
- Setiap keputusan verstek harus secepat mungkin diberitahukan secara resmi kepada pihak yang dikenakan putusan verstek tadi (pihak opposant) yaitu pihak tergugat. Panitera mencatat di bawah putusan itu siapa yang ditugaskan melakukan pemberitahuan tersebut (pasal 125 ayat (4) HIR pasal 149 ayat (4) Rbg).
- Dalam pemberitahuan ini harus diingatkan haknya si tergugat memajukan perlawanan atau verzet atas putusan itu (pasal 125 ayat (3) HIR dan pasal 149 ayat (3) Rbg).
- Tenggang waktu mengajukan perlawanan (Verzet) ;
- Selama waktu 14 hari, terhitung sesudah hari, tanggal, bulan dan tahun pemberitahuan isi putusan verstek itu diterima oleh tergugat semula, jika pemberitahuan tadi langsung disampaikan sendiri kepada tergugat yang bersangkutan.
- Atau sampai pada hari yang kedelapan sesudah aanmaning (peringatan), jika putusan ini tidak langsung diberitahukan kepada diri tergugat sendiri (pasal 129 ayat (2) yo pasal 196 HIR dan pasal 153 ayat (2) yo pasal 207 Rbg).[2]
- Banding
Adapun
yang dimaksud upaya banding ialah permintaan atau permohonan yang diajukan oleh
salah satu pihak atau para pihak yang berperkara, agar putusan/penetapan yang
telah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Tingkat Pertama diperiksa ulang oleh
Pengadilan Tinggi Agama yang ada ditingkat provinsi.[3]
Tujuan
utama pemeriksaan tingkat banding, untuk mengoreksi, dan meluruskan segala
kesalahan dan kekeliruan penerapan hukum, tata cara mengadili, penilaian fakta,
dan pembuktian. Untuk menguatkan putusan dengan cara mengambil alih seluruh
pertimbangan dan putusan sebagai pertimbangan dan putusannya sendiri.[4]
1. Syarat-syarat Banding
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh si pembanding, sebagai berikut :
1. Diajukan oleh pihak-pihak
yang berperkara
2. Diajukan masih masa tenggang
waktu banding. Masa tenggang banding, yaitu 14 hari terhitung dari tanggal
pembacaan putusan. Namun, bila pihak yang mengajukan banding tidak hadir pada
saat pembacaan putusan, maka tenggang waktu 14 hari dihitung sejak penerimaan
pemberitahuan amar putusan kepada pihak yang bersangkutan.
3. Putusan Pengadilan Agama
tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding.
2. Tata Cara Banding
a. Pengajuan perkara banding
b. Pembayaran ongkos atau biaya
banding kecuali dalam hal prodeo
c. Pemberitahuan banding kepada
terbanding (pihak lawan)
d. Membaca dan mempelajari
berkas perkara
e. Memori dan kontra banding
f. Menyampaikan berkas banding
ke Pengadilan Tinggi Agama
- Prosedur Banding
Langkah-langkah yang
harus dilakukan pemohon banding ;
a. Permohonan banding harus
disampaikan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah
Syari’ah dalam tenggang waktu yang telah ditentukan.
b. Membayar biaya perkara
banding (pasal 7 UU No 20 Tahun 1947). Pasal 89 UU No 7 Tahun 1989 yang telah
dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2006.
c. Panitera memberitahukan
adanya permohonan banding (pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947).
d. Pemohon banding dapat
mengajukan memori banding dan termohon banding dapat mengajukan kontra memori
banding (pasal 11 ayat (3) UU No. Tahun 1947)
e. Selambat-lambatnya 14 hari
setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, panitera memberi
kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara
dikantor Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 11 ayat 1 UU No. 20 Tahun
1947).
f. Berkas perkara banding
dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari’ah tingkat provinsi
selambat-lambatnya 1 bulan sejak diterima perkara banding.
g. Salinan putusan dikirim oleh
Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari’ah provinsi ke Pengadilan Agama/Mahkamah
syari’ah yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada
para pihak.
h. Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah menyampaikan putusan kepada masing-masing pihak.
i.
Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera:
1. Untuk perkara cerai talak;
- Memberitahukan tentang
Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon.
- Memberikan Akta Cerai sebagai
surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari.
2. Untuk perkara cerai gugat ;
- Memberikan Akta Cerai sebagai
surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 hari.
4. Proses Penyelesaian
Perkara
a.
Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register.
b.
Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah provinsi membuat Penetapan Majelis
Hakim yang akan memeriksa berkas.
c.
Panitera menetapkan panitera pengganti yang akan membantu majelis.
d.
Panitera pengganti menyerahkan berkas kepada ketua majelis.
e.
Panitera pengganti menditribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi.
f.
Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding.
g.
Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui pengadilan
tingkat pertama.
5. Produk Hukum Banding
Produk
hukum banding pada umumnya berkisar pada 3 jenis putusan, yaitu memperkuat
putusan Pengadilan Agama, membatalkan putusan Pengadilan Agama, dan memperbaiki
putusan Pengadilan Agama.[5]
- Kasasi
R
Wirjono Projodikoro (1962 : 105) berpendapat bahwa kasasi adalah salah satu
tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan
Pengadilan lain dibawah Mahkamah Agung.
R.
Subekti (1977 : 105) berpendapat bahwa tugas Pengadilan Kasasi adalah menguji
(meneliti) putusan pengadilan bawahannya (yudex factie) tentang sudah tepat
atau tidaknya pengetrapan yang dilakukan terhadap kasus yang bersangkutan yang
duduk perkaranya telah ditetapkan oleh pengadilan-pengadilan dibawahnya
tersebut.
Dari
kesimpulan pendapat-pendapat di atas, kasasi adalah pembatalan yang dilakukan
oleh Mahkamah Agung atas putusan atau penetapan pengadilan yang berada di
bawahnya dengan alasan putusan atau penetapan itu bertentangan dengan hukum.
Yang
dimaksud dengan putusan atau penetapan yang “bertentangan dengan hukum”
disebutkan dalam pasal 30 (1) UU Nomor 14 Tahun 1985 disebutkan, Mahkamah Agung
dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan Pengadilan dari semua
lingkungan Pengadilan karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya ,
salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, dan lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.[6]
1. Prosedur dan tenggang
waktu pengajuan Kasasi
a. Pihak yang mengajukan kasasi
disebut Pemohon Kasasi atau penggugat Kasasi, sedangkan pihak lawannya adalah
Termohon Kasasi atau Tergugat Kasasi.
b. Pemohon kasasi mengajukan
permohonan kasasi secara lisan maupun tertulis pada panitera Pengadilan Tingkat
Pertama (Pengadilan Agama) yang telah memutus perkaranya dalam tenggang 14 hari
(pasal 46 UU Nomor 14 Tahun 1985), bila dalam 14 hari telah lewat, maka pihak
yang berperkara tidak dapa mengajukan kasasi dan dianggap telah menerima
putusan (pasal 46 (2) UU Nomor 14 Tahun 1985).
c. Pemohon kasasi wajib membayar
biaya perkara kasasi yang ditentukan panitera Pengadilan Agama, selanjutnya
panitera akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada saat itu
juga pemohon kasasi menandatangani pernyataan kasasi yang dilampirkan dalam
berkas perkara (pasal 46 (3) UU Nomor 14 Tahun 1985).
d. Selambat-lambatnya dalam
waktu 7 hari setelah permohonan kasasi didaftar, panitera Pengadilan Agama
tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan kasasi itu pada
pihak lawan.
- Memori kasasi dan kontra kasasi
a. Dalam permohonan kasasi
pemohon kasasi dalam tempo 14 hari terhitung sejak pengajuan kasasi dicatat
dalam buku daftar, pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi. Harus
ditandatangani melalui panitera Pengadilan Agama tersebut.(pasal 47 (1) UU
Nomor 14 Tahun 1985).
b. Panitera Pengadilan Agama
tersebut memberikan tanda terima atas penerimaan kasasi kepada pemohon kasasi,
kemudian salinannya diberikan kepada pihak yang jadi lawan dalam tempo kurang
lebih 30 hari (pasal 47 (2) UU Nomor 14 Tahun 1985).
c. Pihak lawan berhak mengajukan
kontra memori kasasi kepada panitera tersebut dalam tempo 14 hari dihitung
sejak diterimanya salinan memori kasasi (pasal 47 (3) UU Nomor 14 Tahun 1985).
d. Setelah menerima memori
kasasi dan kontra memori kasasi maka panitera pengadilan tingkat pertama
(Pengadilan Agama) tersebut mengajukan memori kasasi dan kontra memori kasasi
serta semua berkas perkara ke Mahkamah Agung dalam tempo 30 hari .[7]
Upaya Hukum Luar
Biasa[8]
Upaya
Hukum Luar Biasa (istimewa), yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau
memperbaiki kekeliruan atau kekhilafan terhadap suatu putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti .
Macam-macam
upaya hukum luar biasa , yaitu peninjauan kembali.
a. Peninjauan kembali[9]
Peninjauan
Kembali adalah upaya hukum luar biasa (reguest civil) merupakan upaya untuk
memeriksa atau memerintahkan kembali suatu keputusan pengadilan, baik tingkat
pertama banding, banding, dan kasasi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
guna membatalkannya, karena diketahui terdapat hal-hal baru yang dahulu tidak
dapat diketahui maka keputusan hakim akan menjadi lain, tentang Peninjauan
Kembali diatur dalam pasal 66 UU No. 14 Tahun 1985.
1. Tata cara Peninjauan
Kembali
a. Pihak yang berperkara, ahli
warisnya atau kuasanya mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke pengadilan
agama dengan tenggang waktu paling lama 180 hari sejak putusan berkekuatan
hukum tetap atau sejak ditemukan bukti-bukti baru.
b. Membayar biaya perkara kepada
Panitera Pengadilan Agama. Setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima dan
biaya perkara dibayar, panitera membuat akta Peninjauan Kembali dan
mendaftarkannya pada buku induk register.
c. Pemberitahuan permohonan
Peninjauan Kembali, selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah permohonan
PK diterima, panitera memberitahukan permohonan PK tersebut kepada pihak lawan
dengan mengirimkan salinan permohonan PK serta alasan-alasannya. Pihak lawan
dapat mengajukan jawabannya dalam tempo 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan
permohonan PK tersebut. Setelah jawaban PK diterima oleh Pengadilan Agama, berkas
perkara PK dan bukti pembayaran biayanya oleh panitera dikirim ke Mahkamah
Agung dalam waktu 30 hari. Berkas perkara ini disusun dalam bentuk bundel
(jilid).
2. Prosedur PK
a. Mengadakan permohonan PK
kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah.
b. Pengajuan PK dalam tenggang
waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum
tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru, dan bila
alasan permohonan PK berdasarkan bukti baru (Novum), maka bukti baru tersebut
dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
c. Membayar biaya perkara PK
d. Panitera pengadilan tingkat
pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan
dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 hari.
e. Pihak lawan berhak mengajukan
surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 hari setelah tanggal
diterimanya salinan permohonan PK.
f. Panitera pengadilan tingkat
pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30
hari.
g. Panitera MA menyampaikan
salinan putusan PK kepada Pengadilan Agama/Mahkamah syari’ah.
h. Pengadilan Agama/Mahkamah
Syari’ah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya
dalam tenggang waktu 30 hari.
i.
Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera, Untuk
perkara cerai talak ( memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang
penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon, memberikan Akta
Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 hari) dan untuk
perkara cerai gugat (memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti
cerai selambat-lambatnya 7 hari).
3. Proses penyelesaian perkara
a. Permohonan PK diteliti
kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung , kemudian dicatat dan diberi nomor
register perkara PK.
b. Mahkamah Agung memberitahukan
kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah direistrasi.
c. Ketua Mahkamah Agung
menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang
akan memeriksa perkara PK.
d. Penyerahan berkas perkara
oleh asisten koordinator (askor) kepada panitera pengganti yang menangani
perkara PK tersebut.
e. Panitera pengganti
mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca
1, 2, dan pembaca 3) untuk diberi pendapat.
f. Majelis Hakim Agung memutus
perkara.
g. Mahkamah Agung mengirimkan
salinan putusan kepada para pihak melalui penagdilan tingkat pertama yang
menerima permohonan PK.
Pelaksaan keputusan (Eksekusi)
1. Pengertian Eksekusi
Secara
epistimologis eksekusi berasal dari bahasa Belanda yang berarti menjalankan
putusan hakim atau pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan putusan (tenuitvoer
legging vonnisen) secara terminologis eksekusi adalah melaksanakan putusan
(vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengadilan
dalam mengeksekusi harus memperhatikan asas-asas pelaksanaan putusan, yaitu
sebagai berikut :
a. putusan pengadilan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Putusan tidak dilaksanakan
secara suka rela, maksudnya pihak yang kalah dengan sukarela melaksanakan putusan
tersebut, bila perlu dapat dengan cara paksa melalui proses eksekusi oleh
pengadilan.
c. Putusan mengandung amar
condemnation. (menyerahkan, pengosongan, membagi, melaksanakan, menghentikan,
membayar, membongkar, tidak melakukan sesuatu).
d. Eksekusi di bawah pimpinan
Ketua Pengadilan, sbelum melaksanakan eksekusi Ketua Pengadilan Agama terlebih
dahulu mengeluarkan penetapan yang ditujukan kepada panitera/juru sita untuk
melaksanakan eksekusi dan pelaksanaan eksekusi dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan
Agama yang berwenang.
2. Macam-macam eksekusi
a. Eksekusi putusan yang
menghukum pihak yang kalah untuk membayar sejumlah uang.
b. Eksekusi putusan untuk
menghukum orang untuk melakuka suatu perbuatan.
c. Eksekusi riil, yaitu
pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap kepada
orang yang melaksanakan.
d. Eksekusi riil dengan
penjualan lelang.[10]
3. Prosedur Eksekusi[11]
a. Yang berhak mengajukan
permohonan eksekusi, yaitu :
·
Penggugat saja , misalnya dalam kasus wakaf, dalam putusan hakim Penggugat
yang dimenangkan.
·
Penggugat dan atau tergugat, misalnya gono-gini, warisan, dan wasiat
·
Ahli waris dari penggugat dan atau tergugat apabila penggugat dan atau
tergugat meninggal dunia sebelum putusan pengadilan dilaksanakan (eksekusi).
·
Kuasa hukum, apabila pihak tersebut pada poin 1, 2, dan 3 menguasakan
kepada orang lain (kuasa hukum).
b. Prosedur pengajuan dan
proses eksekusi
·
Mengajukan permohonan eksekusi secara tertulis ditujukan kepada ketua
pengadilan tingkat pertama yang pernah memutus perkara tersebut disertai
lampiran putusan pengadilan yang dimohonkan eksekusi.
·
Didaftarkan di kepaniteraan pengadilan tingkat pertama yang pernah memutus
perkara tersebut disertai dengan membayar biaya perkara eksekusi.
·
Setelah didaftar kemudian oleh panitera disampaikan kepada ketua
pengadilan.
·
Ketua Pengadilan tingkat pertama setelah mempelajari berkas perkara
eksekusi, selanjutnya mengeluarkan surat penetapan eksekusi.
·
Sebelum eksekusi dilaksanakan di dahului , peringatan ( ann meaning
) I dan peringatan ( ann meaning ) II.
·
Setelah peringatan ( ann meaning ) pertama
dan kedua, termohon eksekusi belum mematuhi isi putusan pengadilan tersebut.
Maka panitera membuat surat pemberitahuan
dilaksanakan eksekusi, isinya hari, jam, tanggal,bulan dan tahun serta
tempat dilaksanakannya eksekusi ditujukan kepada pemohon eksekusi, termohon
eksekusi, kepala desa atau kelurahan letak objek eksekusi, kepala camat
setempat, kepolisian sektor setempat sebagai pengawas, koramil setempat sebagai
pengawas.
·
Waktu eksekusi, pelaksana eksekusi adalah Pejabat Pengadilan Tingkat pertama di lingkungan Pengadilan Agama.
Menurut UU Nomor 7 tahun 1989 adalah panitera Pengadilan Agama. Dalam praktek
adalah seorang hakim, panitera dibantu oleh panitera muda dan jurusita.
Apabila
terjadi eksekusi damai, maka panitera membuat berita acara eksekusi secara
damai. Masing-masing pihak (pemohon dan termohon) atau kuasanya, muspika serta
juru sita dan panitera bertandatangan didalam berita acara eksekusi tersebut.
Apabila
eksekusi secara damai tidak tercapai, barulah pengadilan melaksanakan eksekusi
secara paksa.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Upaya Hukum Biasa yaitu upaya atau
alat untuk memperbaiki suatu kekeliruan atau kekhilafan dalam suatu putusan
pengadilan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-undang.
Macam-macam Hukum
Biasa adalah perlawanan (verzet), Banding, dan Kasasi.
Upaya
Hukum Luar Biasa (istimewa), yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau
memperbaiki kekeliruan atau kekhilafan terhadap suatu putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap/pasti. Macam-macam upaya hukum luar biasa ,
yaitu peninjauan kembali .
Secara
epistimologis eksekusi berasal dari bahasa Belanda yang berarti menjalankan
putusan hakim atau pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan putusan (tenuitvoer
legging vonnisen) secara terminologis eksekusi adalah melaksanakan putusan
(vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Mardani.Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah.
Jakarta. Sinar Grafika.2009.
Afandi Mansur.Peradilan
Agama Strategi & Taktik Membela Perkara di Pengadilan Agama.Malang.
Setara prees.2009
[1] Mardani.Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009. 128
[2] Afandi Mansur.Peradilan Agama Strategi & Taktik Membela
Perkara di Pengadilan Agama.Malang. Setara prees.2009. 121
[3] Mardani.Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009. 129
[4] M.Yahya Harahap.Kedudukan
Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta. Sinar Grafika. 2003. 337
[5] Mardani.Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009.
132
[6] Afandi Mansur.Peradilan Agama Strategi & Taktik Membela
Perkara di Pengadilan Agama.Malang. Setara prees.2009. 215-216
[9] Mardani.Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009.
137-140
[10] Mardani.Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah. Jakarta. Sinar Grafika.2009.
142-143
[11] Afandi Mansur.Peradilan Agama Strategi & Taktik Membela
Perkara di Pengadilan Agama.Malang. Setara prees.2009.234-236
Tidak ada komentar:
Posting Komentar